Jumat, 17 Maret 2017

NEGARAWAN MUDA DI NEGERI POLITISI

Indonesia merupakan negera yang tidak hanya memiliki kemajemukan dalam budaya tetapi juga kemajemukan dalam permasalahan bangsa. Terungkapnya penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di negara ini bukan merupakan tanda suatu keberhasilan, justru sebaliknya ini menandakan bahwa sangat minimnya sosok negarawan dalam pengembangan demokrasi dan lemahnya penguatan identitas karakter bangsa dalam diri politisi dan penjabat negeri. Sebenarnya yang dibutuhkan negara ini bukanlah politisi-politisi yang menyebar bubuk janji untuk menarik perhatian publik lalu menggunakan jabatannya hanya untuk kepentingan politik dan pribadi belaka, Indonesia butuh negarawan yaitu seseorang yang mampu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, seseorang yang memikirkan generasi yang akan datang bukan memikirkan pemilihan yang akan datang, seseorang yang memiliki ketepatan pemikiran dalam membuat ataupun memutuskan suatu kebijakan untuk menyejahterakan bukan untuk menjerumuskan dan membebani rakyat kecil, Indonesia butuh itu. Dan ini adalah tugas pemuda sebagai generasi penggerak sekaligus penerus bangsa untuk menjadi sosok negarawan muda di negeri yang dihuni dan dikuasi oleh para politisi. “Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Jika kau beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”. Bahkan pemimpin hebat bangsa Indonesia Soekarno telah menekankan bahwa pemuda adalah aset terpenting sebuah bangsa. Karena pemuda adalah nahkoda dan negara adalah kapal, hendak dibawa ke arah mana sang bahtera tergantung sang nahkoda.
      Kita lihat Indonesia wajahnya tergores berbagai permasalahan yang timbul akibat politisi dan penjabat negeri  mengabdi tidak dengan hati seperti permasalahan di bidang hukum, politik, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya. Dalam bidang hukum sering kita temukan bahwa hukum cenderung tumpul ke atas tapi begitu tajam ke bawah. Gagalnya hukum di Indonesia dapat kita lihat dari maraknya praktek korupsi yang telah menjadi budaya ngetren di negeri ini. Banyak politisi daerah yang terlibat kasus korupsi di segala lapisan, mulai dari lurah, bupati, walikota hingga anggota dewan perwakilan daerah. Hukum sepertinya tunduk kepada para politisi negeri. Penegakan hukum yang setengah hati menjadikan negeri ini sebagai surga bagi koruptor. Sementara kita lihat rakyat-rakyat kecil yang tidak mempunyai jabatan dan wewenang seperti kasus yang terjadi pada nenek Asyani, rakyat kecil yang dituduh mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani Jatibanteng Situbondo telah ditahan pada 15 Desember 2014 dengan ancaman tahanan 5 tahun penjara, sungguh ironis hukum di negeri ini. Jika pelakunya memiliki status sosial tinggi maka hukum berjalan sangat lambat sementara jika pelakunya memiliki status sosial rendah maka proses penegakan hukum begitu cepat. Lagi-lagi hukum dibuat untuk menghancurkan rakyat kecil dan menjunjung tinggi kaum elit negeri.
      Permasalahan di bidang politik juga sangat memprihatinkan, kita lihat saja hari-hari menjelang pemilu baik dalam pemilihan di tingkat desa sampai pemilihan presiden. Politik uang menyebar luas, para politisi berusaha menyuap rakyat kecil dengan uang dua puluh ribuan sampai lima puluh ribuan. Sepertinya di mata politisi rakyat tidak ada harganya. Kita bayangkan saja dengan masa jabatan 5 tahun mereka membeli rakyat dengan harga lima puluh ribuan, satu hari rakyat hanya dihargai dua puluh tujuh rupiah. Negara kita negara demokrasi dari rakyat dan untuk rakyat, seharusnya rakyat yang cerdas tidak menerima segala bentuk suapan, karena harga diri dan martabat bangsa ini jauh lebih mahal dari milyaran rupiah. Di sisi lain, kita lihat banyak tim sukses para politisi berkoar-koar saling menjelekkan dan menjatuhkan bahkan tidak segan-segan membuat berita yang jauh dari kenyataan. Iya politik memang begitu kejam. Pemimpin besar seharusnya mampu berlapang dada, bukan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kemenangan.
                        Di bidang ekonomi, selalu saja yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menjerit. Yang kaya sibuk mencari kursi dukungan dan memperkaya diri sementara yang miskin sibuk mencari sesuap nasi. Kita lihat saja kasus Salim Kancil dan Tosan pada 26 September 2015, rakyat kecil yang memperjuangkan penuh nasib lingkungan dan dengan keras hati melakukan penolakan terhadap penambangan liar, tapi justru dianggap mempersulit tujuan mereka hingga diperlakukan, dianiaya bahkan dibunuh secara keji. Dan mirisnya ini dilakukan oleh penjabat desa yang seharusnya mempunyai wewenang untuk melindungi rakyat dan lingkungan. Bahkan kades Hariyono salah satu tersangka dari kasus Salim Kancil dan Tosan juga mengungkapkan bahwa ada aktor intelektual yang juga menerima uang dari hasil penambangan pasir liar seperti di tingkat Polsek Pasirian, Koramil, Camat, Perhutani, Lembaga Permasyarakatan Desa Hutan sampai anggota DPRD Lumajang, lagi-lagi para pejabat negeri tidak pernah merasa puas dengan apa yang mereka punya. Ironis sungguh ironis, rakyat memilih mereka untuk melindungi, mengoyami dan membangun kesejahteran bersama bukan untuk diinjak-injak.
            Sementara dalam bidang pendidikan, selama ini kurikulum hanya cenderung sebagai bahan percobaan tanpa ada evaluasi yang jelas dari kurikulum sebelumnya, ganti menteri identik dengan ganti kurikulum. Bapak dan Ibu Politisi lihatlah negera Finlandia negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, peserta didik merasa senang bersekolah tidak terbebani dengan teori-teori berat, semua sekolah menunjukkan kualitas terbaiknya, tidak ada sekolah yang paling unggul karena sistem pendidikan di Finlandia dibangun dengan dasar kesetaraan, sekolah tidak hanya gratis tapi juga berkualitas karena memang pendidik-pendidik sebagai sentral utama pelaku program pendidikan memiliki mutu yang luar biasa, nasib guru sangat diperhatikan oleh pemerintah. Dalam pembuatan kurikulum pemerintah hanya membuat pedoman nasional pendidikan sementara kewenangan membuat kurikulum diserahkan kepada guru, karena pemerintah sadar gurulah yang lebih mengetahui tentang perkembangan peserta didik.
            Jadi di sini yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan Indonesia bukan hanya pembaharuan kurikulum, tapi pemerataan pendidikan  dan pembaharuan kualitas guru juga perlu mendapat perhatian khusus. Karena sehebat apapun subtansi yang ada pada kurikulum tidak dapat tersampaikan jika pendidikan kita belum merata apalagi guru hanya bermodal standar  bukan mengembangkan potensi yang sudah ada. Pemerintah sebagai pemegang sentral kebijakan pendidikan juga harus melibatkan mahasiswa dan guru dalam pembaharuan-pembaharuan kurikulum, dengan  demikian tidak akan terjadi kedangkalan pengetahuan dalam mengimplementasikan program pendidikan di sekolah.
            Dalam bidang sosial budaya, banyak para politisi negeri bertindak sesuka hati. Merokok tidak pada tempatnya, berpakaian layaknya model di catwalk, dengan perhiasan yang begitu mencolok, tubuh dipenuhi banyak tato, banyak terjadi perselingkuhan dan yang sering diperlihatkan di media seperti pada tanggal 8 April 2015 dalam rapat kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama DPR, dua anggota Komisi VII DPR RI saling mengeluarkan urat-urat otot hanya karena sebuah teguran. Ini budaya mana? Ini tradisi barat bukan Indonesia, bukan. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi tata krama. Menjadi pemimpin adalah teladan, siap tidak siap harus mampu menjadi contoh yang baik bagi rakyat. Seharusnya para politisi negeri mampu memberdayakan dirinya dan mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik sehingga perilaku-perilaku yang muncul benar-benar sebuah karakter bukan topeng untuk mencari udang di balik batu.
Solusi dari kompleknya permasalahan yang ada di bangsa ini adalah di tangan pemuda. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa pemuda adalah bagian Indonesia. Jika Indonesia diibaratkan manusia, pemuda adalah kedua kaki. Apa yang terjadi jika mempunyai kedua kaki tetapi tidak mau menggerakkan? Bukankah kita akan start di tempat tanpa ada perubahan. Lantas apa yang terjadi jika kita menggerakkan ke arah yang salah? Bukan hanya kaki yang merasa rugi tetapi semua anggota tubuh ikut merasakan. Jangan tanyakan apa yang diberi tanah air untuk kita! Tanyakan pada diri apa yang mampu kita beri untuk tanah air! Lihatlah negeri ini banyak politisi-politisi mengaku negarawan hebat, berjuang mengabdi untuk negara itu katanya, tapi faktanya sebagian besar mengatasnamakan negara untuk kepentingan pribadi semata. Berangkat dari kenyataan tersebut, pemuda sebagai generasi penggerak sekaligus harapan dan penerus bangsa harus mampu membawa Indonesia ke arah yang jauh lebih baik. Ini bukan hanya tugas tapi juga merupakan tanggung jawab. Jika saat ini Indonesia sedang kehabisan pemimpin yang tulus, arif, bijaksana, jujur, amanah, cerdas, peduli dan memikirkan rakyat. Maka sudah waktunya pemuda Indonesia mempersiapkan diri menjadi negarawan sejati. Karena jika kita ingin membersihkan sesuatu maka alat kebersihan itulah yang harus bersih terlebih dahulu.
Yang perlu dilakukan pemuda bangsa adalah cerdas dalam intelektual dan sikap serta terampil dalam keahlian. Menjadi pemuda yang cerdas dalam segala aspek seharusnya dapat diperoleh melalui hasil pendidikan khususnya di perguruan tinggi. Jadi yang perlu diperbaiki adalah mindset para pemuda kita bahwa seharusnyapendidikan tidak hanya mementingkan aspek pengetahuan tapi pengetahuan, sikap dan keterampilan merupakan hal yang sama pentingnya. Jika hanya pengetahuan yang didewakan maka para pemuda akan terbiasa menggunakan segala cara untuk mendapat nilai terbaik. Akibatnya kejujuran dan kerja keras dalam berproses tidak ada harganya, nilai bagaikan harga mati penentu kesuksesan seseorang. Jangan sampai kejujuran dikalahkan oleh sebuah harga diri. Jika sudah seperti ini maka hasil akhir yang didapat, Indonesia memang menang dalam teori tapi soal skill dan sikap Indonesiastart di nol. Lalu bagaimana negara ini bisa berkembang menuju kemajuan jika outputyang dihasilkan merupakan produk gagal pendidikan? Jadi masa-masa dalam lembaga pendidikan juga merupakan saat yang tepat bagi pemuda untuk menanamkan, membentuk dan membiasakan sikap nasionalis yang sesuai dengan karakter dan cita-cita bangsa. Tanamkan sikap jujur! Hentikan praktek menyontek! Hargai kerja keras dalam berproses dan tanamkan rasa takut bahwa apa yang kita kerjakan tak pernah luput dari pandangan Tuhan. Dengan pembiasaan sikap seperti ini maka wajah-wajah pemimpin bangsa yang cenderung membiarkan dirinya melakukan penyelewengan sehingga menyebabkan krisis bangsa ini semakin berlarut-larut tidak akan terulang di tangan generasi hebat bangsa.
Sedangkan keterampilan dalam memimpin, menyelesaikan suatu masalah dengan ide-ide dan pemikiran yang cemerlang dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman berorganisasi baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan, membuat karya-karya ilmiah, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut pemuda belajar bekerja tanpa pamrih, terjun langsung di masyarakat dan belajar memiliki loyalitas tanpa batas terhadap apa yang mereka kerjakan. Jadi yang terpenting pemuda harus mempunyai keinginan dan semangat untuk bergerak dan melakukan perubahan. Jangan menjadi pemuda yang malas, apatis dan tidak mempunyai kepekaan terhadap sosial bahkan terbawa arus karena tidak mempunyai filter yang kuat. Ingat belajar tanpa semangat dan kesungguhan bagai menempa besi tanpa dipanaskan. Marilah berjuang dan berusaha menjadi produk berhasil pendidikan, karena keberhasilan pemuda dalam pengetahuan, sikap dan skill merupakan jalan munculnya bibit-bibit negarawan muda di negeri politisi ini. Di tangan negarawan muda maka Indonesia akan menjadi negara yang besar, negara yang sesuai dengan cita-cita terdahulu bangsa. Masa depan bangsa di tangan kita negarawan muda Indonesia, mari bergerak siapkan diri lawan politisi berkedok negarawan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar